Titik Hitam

Apa yang Anda lihat pada post ini (gambar di samping)?

Beberapa tahun silam saya juga mendapat pertanyaan yang kurang lebih sama. Tanpa pikir panjang, saya menjawab bahwa saya melihat sebuah titik hitam.

Tidak ada yang salah dengan jawaban saya dan Anda, yang mungkin mempunyai pandangan yang sama dengan saya.

Tapi, coba diperhatikan cara saya memandang apa yang ditampilkan di depan mata saya. Bukankah masih ada begitu luas area putih di sekitar titik hitam. Kenapa mata saya, hati saya malah fokus ke titik hitam meskipun titik hitam itu tak seberapa persen dari area putih yang ada.

Cara pandang seperti ini yang perlu ditata lagi. Kadang, kita terlalu fokus pada satu dua aib orang dan melupakan bahwa mereka memiliki begitu banyak kebaikan lain. Apa yang kita tonton, kita dengar dan kita baca hari ini telah mengarahkan mata dan hati kita kepada keburukan. Celakanya, kita membiarkan apa yang kita tonton tersebut menjadi tuntunan kehidupan kita.

Bukankah selalu berhusnudzon (baik sangka) kepada Allah dan kepada orang-orang di sekitar akan lebih menenangkan?

Beberapa hari yang lalu saya membaca tweet yang sangat menggugah atas berita yang ramai diperbincangkan media akhir-akhir ini,

"Untuk 1 org pajak yg korup, kita musti inget ada ribuan yg rajin & gak kenal cape berjuang. Shut up & pay ur taxes :)" | @mrshananto

Jangan sampai karena satu dua orang pajak yang korupsi lantas kita mengklaim bahwa semua orang pajak itu tukang korupsi. Kalau, kita selidiki lebih dalam maka akan kita temukan bahwa masih ada begitu banyak orang-orang baik dan bersahaja di Direktorat Jenderal Pajak, yang bekerja dengan sungguh-sungguh dan tak kenal lelah.

Sadarilah bahwa tiap rupiah yang kita sumbangkan untuk negeri ini akan membantu mereka yang kelaparan, anak-anak yang tak dapat sekolah, keluarga yang tak punya rumah, bahkan tiap rupiah yang kita sumbangkan juga akan kembali kepada kita juga. Jalan aspal, penerangan jalan, fasilitas umum adalah sejumlah contoh yang tiap hari kita nikmati dan tanpa kita sadari bahwa semua itu berasal dari pajak yang kita bayarkan.

Semoga tulisan ini bukan sebagai pembelaan tapi instropeksi untuk kita semua dalam memandang banyak hal dalam kehidupan kita sehari-hari.

Surat dari Somalia

Beberapa waktu yang lalu saya membaca tulisan seorang sahabat saya di forum, menceritakan bahwa seorang sahabatnya di Somalia curhat kepadanya,

“Hari ini kami tidak makan, sama seperti hari kemarin dan tampaknya kan berlanjut di esok hari.

Saudara-saudara ku di Indonesia mungkin hari ini dapat menikmati daging kurban. Namun, kami untuk segelas air putih pun kami tak punya.

Kelaparan dan kematian begitu dekat dengan kami… Namun tak sedikit pun yang peduli terhadap kami….

ANDA semua begitu kenyang dengan makanan, tak ada sedikit pun ada rasa kelaparan….

Banding kan dengan kami…. Anak-anak kami begitu menderita…

Bagaimana bisa menempuh pendidikan. Sedangkan, untuk makan saja tidak ada.

Maka pesan kami dari somalia…. BERSYUKUR laaah….

Karena kalian tidak menderita seperti kami….

Sebut kami dalam doamu.”


Sudah pasti tak diragukan bahwa kelaparan di Somalia adalah tragedi kemanusiaan hakiki. Data resmi menunjukkan, 1/3 anak-anak Somalia terancam tewas akibat kelaparan. Tidak sedikit kisah ibu-ibu menyaksikan buah hati mereka menemui ajalnya tapi mereka tidak berdaya. Sebagian lagi meninggalkan anak-anak mereka atau sebagiannya di pinggir jalan menghadapi kematian sendirian karena ingin menyelamatkan yang lain dari nasib yang sama untuk melanjutkan perjalanan penuh marabahaya ke kamp-kamp di negara-negara tetangga.

Tragedi ini hanyalah akibat yang sudah diprediksi dari serentetan peristiwa dimana dunia bungkam dan tutup mata atasnya. Sebab selama dua dekade negeri ini hidup dalam kondisi kering disamping masalah keamanan yang ribut tanpa ada kendali sama sekali. Yang ada hanya kelompok-kelompok bersenjata yang saling bertarung dan terpecah yang menjadikan kondisi semakin panas yang menyebabkan warga kabur dari kampung halaman mereka karena peperangan.

Saudaraku, subhanallah di tengah begitu banyak kelapangan yang Allah berikan kita terus saja mengeluh dan merasa kurang dengan apa yang ada. Apa yang terjadi dengan kita seandainya Allah SWT menukar keadaan kita dengan Saudara-saudara di Somalia.

Bersyukurlah dengan apapun keadaan yang sekarang Allah berikan kepada kita. Jangan begitu bakhil menyedekahkan receh-receh yang kita punya untuk membantu mereka yang membutuhkan.

Coba kita instropeksi sejenak… ketika kita berada di mall, pusat hiburan atau restoran dimana kita sering menghabiskan waktu. Begitu mudah dan ringan kita mengeluarkan uang ratusan ribu sekalipun. Tapi ketika datang kesempatan untuk bersedekah di masjid, panti asuhan dan sejenisnya. Apa yang kita keluarkan? Recehan atau uang ribuan. Itu pun dipilih lagi yang sudah lecek/robek, sementara yang masih bagus ditarok lagi ke dalam saku. Innalillah… Maulana Ali Bahri (Seorang Ulama dari Palembang) mengatakan kurang lebih, “Salah satu ciri kebakhilan seseorang adalah ketika dia diminta bersedekah maka dia akan memberikan yang paling jelek/tidak berguna dari hartanya.”

Mari kita perhatikan hadits berikut,
Dari Abu Hurairah r.a. berkata, bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Apabila waktu shubuh tiba, dua malaikat turun (dari langit). Malaikat yang pertama berkata, Wahai Allah, berilah balasan kepada orang yang menafkahkan hartanya. Malaikat yang kedua berkata, Wahai Allah, binasakanlah harta orang yang menggenggamnya (bakhil).” (Muttafaq Alaih)

Saudaraku, marilah kita mulai hari kita dengan sedekah. Dari 1.000 rupiah saja, gak apa-apa walau Ustadz Yusuf Mansur bilang itu ongkos parkir. Ketika kita berangkat ke masjid untuk shalat shubuh berjamaah pastikan ada uang 1.000 rupiah di saku. Masukkan ke celengan masjid/anak yatim. Begitu halnya nanti ketika kita shalat dzuhur, ashar, maghrib dan isya. Tanpa kita sadari, sehari kita telah bersedekah 5.000 pada hari itu. Sebulan (30 hari) kita telah bersedekah 150.000 rupiah dan setahun (365 hari) kita bersedekah 1.825.000 rupiah. Dan seandainya seluruh umat Islam di Indonesia melakukan hal yang sama maka jumlah yang terkumpul sehari adalah 900 milyar rupiah (penduduk muslim di Indonesia ± 180 juta jiwa). Sekarang bayangkan apa yang bisa kita lakukan dengan 900 milyar sehari untuk orang banyak?

Saudaraku, yakinlah bahwa Allah akan membalas atas tiap rupiah yang kita sedekahkan minimal 10 kali lipat. Tak hanya di dunia, Allah menyediakan balasan yang sempurna di akhirat. Wallahu a’lam.

******
image yang digunakan pada post ini saya ambil dari sini