Pulang kantor hari kamis 24 April 2014, mata istri saya terlihat sembab habis menangis. Ia coba menyembunyikannya tapi sayangnya tidak berhasil. Pelan-pelan ditanya ada apa, ternyata habis dikirimin foto keadaan Mama (mertua saya) yang memang sakit sejak awal tahun. Keadaannya yang kurus dan kelihatan lemah membuat hatinya luluh dan meminta pulang, saya masih menahan karena ada urusan sekolah anak yang harus diselesaikan dulu. Mencoba menenangkannya sampai akhirnya terlelap.
Esok pagi ketika di kantor istri kirim pesan minta pulang hari itu. Okelah saya izinkan, dan akhirnya naik travel ke Bukittinggi yang berangkat selepas isya. Saya tetap di Pekanbaru sendiri, karena hari Sabtu harus lembur.
Semenjak disana, saya dikabarkan keadaan Mama semakin membaik. Badannya yang tadi kurus sudah semakin berisi, yang tadinya lemah berangsur semangat, mulai berjalan sendiri dengan berpegangan di kursi. Hari-harinya semakin bersemangat apalagi ada si kecil Nauzan yang menjadi kawan mainnya.
Tanggal 2 Mei 2014 sehabis senam pagi di kantor, istri menelpon bahwa Mama sudah tidak bangun lagi. Saya mencoba menenangkan, dan meminta untuk mencari pertolongan pertama ke dokter atau rumah sakit. Saya langsung izin ke atasan untuk pulang cepat. Karena bukan jamnya travel ke Bukittinggi akhirnya diputuskan naik sepeda motor vixion kawan.
Saya berangkat jam 10.45 dari Pekanbaru, istirahat jumatan di Tanjung Alai. Dan tiba di Bukittinggi sekitar pukul 15.30 ketika azan ashar. Sampai di rumah, langsung kabur ke masjid dulu. Kemudian setelah kembali ke rumah, melihat keluarga menangis dan membaca yasin. Saya lihat sepertinya masih ada harapan, mencoba rembukan agar dibawa ke rumah sakit dulu.
Singkat cerita, akhirnya di bawah ke Rumah Sakit Achmad Muchtar BUkittinggi. Mama dinyatakan koma, gula darahnya di bawah batas. Sampai Ahad disana, belum ada perkembangan yang berarti Mama masih di ruang ICU. Saya izin pulang dulu ke Pekanbaru.
Saya kembali aktivitas seperti biasa dan merencanakan akan meminta cuti dari pekerjaan minggu depan. Hari Rabu tanggal 7 Mei 2014 sekitar jam 15.00 kembali mendapat telpon bahwa Mama telah tiada. Saya panik, namun tetap mencoba tenang dan menenangkan istri saya. Saya izin ke atasan dan langsung disuruh cuti saja, administrasi dan lain-lain menyusul.
Setelah ashar, mencoba peruntungan menyetop travel ke Bukittinggi di jalan. Akhirnya dapat juga travel ke Bukittinggi setelah sebelumnya salah naik bus. Kelakuan travel plat hitam disini memang agak, aneh, saya berapa kali muter-muter dulu cari penumpang. Bahkan ketika sudah melaju agak lumayan jauh meninggalkan Pekanbaru, travel kembali ke batas kota Pekanbaru karena ada telpon buat jemput satu penumpang lagi. Finally, jam 17.30 baru beranjak dari Pekanbaru.
Sepanjang perjalanan, saya tak bisa menahan air mata. Mengalir sendiri tak tertahankan. Bagi saya mertua saya sudah seperti orang tua sendiri, bukan siapa-siapa. Beliau pun demikian, memperlakukan saya dengan luar biasa seperti anak kandung sendiri. Kalau saya dan keluarga datang, sibuk sendiri menyiapkan segala sesuatunya. Kawan-kawan kantor yang sempat sekali menginap disana pun meninggalkan kesan yang sama.
Perjalanan kami ternyata tak juga mudah. Di tengah perjalanan menjelang kelok sembilan ada pohon besar yang tumbang sehingga perjalanan terhambat. Normalnya saya seharusnya sudah tiba di Bukittinggi jam 11.00 malam tapi molor sampai jam 02.30 dini hari.
Sampai di rumah terlihat Mama sudah dibaringkan. Setelah berwudhu, membaca yasin dan saya tersedu-sedu di dalam doa demi mengingat setiap kebaikannya dan berharap Allah menetapkan ketetapan yang baik untuknya di kubur dan perjalanan selanjutnya.
Esok harinya Mama dimakamkan di pemakaman suku. Setelah sebelumnya dishalatkan di masjid depan rumah. Kami mengiringi kepergiannya dengan air mata yang tak kuasa kami tahan. Kami anak-anak dan menantunya merasa bahwa terlalu singkat kebersamaan kami dengannya. Kami bersaksi bahwa beliau adalah orang tua yang baik.
“Ya Allah, ampuni dan rahmatilah Mama. Selamatkanlah dan maafkanlah Mama. Berilah kehormatan untuk Mama, luaskanlah tempat masuk Mama. Mandikanlah Mama dengan air, es, dan embun. Bersihkanlah Mama dari kesalahan sebagaimana Engkau bersihkan baju yang putih dari kotoran. Gantikanlah bagi Mama rumah yang lebih baik dari rumahnya. Masukkanlah dia ke dalam surga, lindungilah dari azab kubur dan azab neraka. Lapangkanlah bagi Mama dalam kuburnya dan terangilah Mama di dalamnya.”
Walau sudah seminggu mata saya kadang sesekali masih berkaca-kaca apabila teringat beliau. Masih seolah tak percaya dengan kepergiannya. Mama, selamat jalan. Doa kami selalu menyertaimu. Kami akan selalu mengingatmu di hati kami dan berharap kelak diperjumpakan dalam kebahagiaan yang abadi.