Maaf

Kisah luar biasa ini tak sengaja terbaca disela-sela waktu kerja, kisah luar biasa tentang kasih sayang dan kelembutan hati untuk memaafkan. Kisah dengan judul yang sama dengan post ini saya salin dari Majalah Rumah Lentera (Edisi 75 Tahun 8 Maret 2013) terbitan Rumah Zakat Indonesia. Semoga kisah ini menjadi ibrah yang kita pun dapat amalkan.

Suatu hari Umar kedatangan kakak beradik yang melaporkan seorang pemuda karena telah membunuh ayah mereka. Mereka meminta qishash sebagai bentuk keadilan atas perbuatan sang pemuda. Pemuda itu hanya tertunduk penuh sesal mengakui perbuatannya di depan Khalifah Umar. Tapi kedua kakak beradik tersebut bersikeras untuk melanjutkan qishash. Umar yang tumbuh simpati pada terdakwa yang dinilainya amanah, jujur dan bertanggung jawab kehabisan akal meyakinkan penggugat.

"Wahai Amirul Mukminin, tegakkanlah hukum Allah, laksanakan qishash atasku, namun izinkan aku menunaikan semua amanah yang tertanggung dulu," sang pemuda berkata dengan tegar dan sopan. Dia berjanji akan kembali tiga hari lagi. Namun kedua kakak beradik dan juga Umar tak bisa mengijinkan pemuda itu pergi. Harus ada jaminan yang jelas atasnya.

"Jadikan aku penjaminnya Amirul Mukminin!" Tiba-tiba sebuah suara berat dan berwibawa menyeruak dari arah hadirin. Salman al Farisi.

"Salman?" hardik Umar. "Demi Allah engkau belum mengenalnya! Jangan main-main dengan urusan ini! Cabut kesediaanmu!"

"Pengenalanku padanya tak beda dengan pengenalanmu, ya Umar. Aku percaya padanya sebagaimana engkau mempercayainya," ujar Salman. Dengan berat hati, Umar melepas pemuda itu dan menerima penjaminan yang dilakukan oleh Salman.

Tiga hari berlalu sudah. Detik-detik menjelang eksekusi begitu menegangkan. Pemuda itu belum muncul. Umar gelisah. Penggugat mendecak kecewa. Semua hadirin sangat mengkhawatirkan Salman. Mentari nyaris terbenam. Salman dengan tenang dan tawakal melangkah ke tempat qishash. Isak pilu tertahan. Tetapi sesosok bayang berlari terengah dalam temaram, terseok terjerembab lalu bangkit dan nyaris merangkak. Pemuda itu dengan tubuh berpeluh dan napas putus=putus ambruk ke pangkuan Umar.

"Maafkan aku hampir terlambat!" ujarnya. "Urusan kaumku makan waktu. Kupacu tungganganku tanpa henti hingga ia sekarat di gurun dan terpaksa kutinggalkan, lalu kuberlari."

"Demi Allah, bukanlah engkau bisa lari dari hukuman ini? Mengapa susah payah kembali?" tanya Umar.

"Supaya jangan sampai ada yang mengatakan di kalangan muslim tak ada lagi ksatria yang tepat janji," ujar terdakwa sambil tersenyum.

"Lalu kau, Salman?" tanya Umar berkaca-kaca. "Mengapa kau mau menjadi penjamin seseorang yang tak kau kenal sama sekali?"

"Agar jangan sampai dikatakan di kalangan muslimin tak ada lagi saling percaya dan menanggung beban saudara," jawab Salman teguh.

"Allahu akbar! Allah dan kaum muslimin jadi saksi bahwa kami memaafkannya," pekik sang penggugat sambil memeluk terdakwa.

"Mengapa kalian berbuat seperti itu?" tanya Umar haru.

"Agar jangan ada yang merasa di kalangan kaum muslimin tak ada lagi kemaafan dan kasih sayang," sahut keduanya masih terisak.

------------------------------------------------
Gambar pada post ini adalah koleksi pribadi



0 komentar:

Posting Komentar